Kamis, 31 Desember 2020
Artefak Sunyi Pesta Malam itu
Minggu, 27 Desember 2020
Jumat, 25 Desember 2020
Mata yang Hilang dari Halaman Bukumu
Puisi Conie Sema
tak ada sore membawa cerita untuk dibaca. aspal jalan pucat. mata itu
kau biarkan tergeletak di lembar bukumu. menara-menara kota terus
bergerak. berlari. melambai pada silam yang kapan. sebelum pagi
sebelum cahaya menusuk celah rumah. pintu terbuka. berpikir. kapan kau
tiba di bibir jendela. merangkai bunga di dada gadis kehilangan kamar tidur
menitipkan lelaki ke pucuk malam. kita bersama. di musim menyajikan
pesta penuh kebebasan. berdiskusi berhari-hari. melepas lekat waktu. merayuku
berharap mata-mata itu tiba di
halaman terakhir bukumu
pagi berikutnya: kemana mata itu pergi?
langit berhimpit. sulur waktu. pintu kota
shelter di bahu jalan semua terus
menua
pos-pos tak lagi menjaga angin
pagi
berikutnya:
Tuhan, siapa kekasih
baruku itu? setiap senja
kau kirim ke tepi pantai sepanjang lautan
2019
SEBELUM ANTROPOS
SEBELUM ANTROPOS
Puisi Conie Sema
gunung hanyut. kelokan cahaya. koral
sungai
puspa alam bening hutan berpendar putik-putik
bunga
panas hujan menatanya panas hujan
menjaganya
evolusi: embung bulir-bulir di awan
lalu
fosil di lapis bumi
digali
dikumpulkan
dicatat
dikabarkan
evolusi: debu terbang jatuh ke tanah
belulang berserak
artefak lembah muara
selat pulau-pulau
lanskap sebelum antropos lalu
peristiwa
peristiwa
beku
berlalu sebelum
sesudahnya
2019
Halaman Belakang Buletin Hujan
Puisi Conie Sema
HALAMAN BELAKANG BULETIN HUJAN
kaulembabkan tanah kering
sebatang meranti ditanamkan
runtunan glosarium kata terangkai
jengkal batang hujan yang turun pelan saat kau sebut indeks di sisa kemarau ketika bulir embun
dicatatkan pada daun di hari melilit kesedihan itu ya hampir kau temukan kata
baru menyebut hujan sebagai liris amarah terburai petir sebelum menitir tanah
siapa kau sebut tentu bukan lelaki
menjengkelkan yang berlari di derap hujan berpayung menuntunmu ke tepi jalan
sembari menggenggamkan puisi di tanganmu dan kau jawab hujan akan berhenti tak ada sesuatu
berlebihan untuk dipilih disusun sebagai glosari ketika biji-biji tertidur di
tanah lalu berkecambah di sisa hutan usai terbakar
pada kasidah terakhir kaudapatkan kata menyeru tengara menyusun sirkulasi angin dan rongga hujan sejengkal sejengkal sampai puisi-puisi itu bertutur kembali dari gemerutuk panjang derap hujan yang mengingatkan kabut tidak menjadi asap mengingatkan kota-kota yang tenggelam mengingatkan lelaki berzikir meminta-minta hujan
SUZHOU DAN MANTEL MEIJIAWU
Puisi Conie Sema
SUZHOU DAN MANTEL MEIJIAWU
1
aku ingin melihat semua tanda
saat langit terlihat begitu kecil
dari jalan membawaku pulang
aku cari jarak tercepat menujumu
tembok-tembok beku di bawah minus
lima derajat celcius seusai bunga salju
tumbuh di ruas arah mengantar ke
mana pun aku pergi bertemu atau
meninggalkan diriku pula dirimu
2
Tak kuingat langkah ke berapa tapak
kaki itu mulai bergetar bagi seucap
bibir mengatup percakapan musim
3
angin berlari kencang meninggalkan gigil
perbukitan Meijiawu dan longjing tea yang
tersaji di bibir meja pertemuan sore itu
sejarah dan kenangan terus merayuku dari bilik
batu bergambar para kaisar bersama ratusan selir
akh, kita tiba di kota baru penuh mata kamera
saat terbangun dan tertidur atas nama negara
Suzhou 2020
Eksplanasi Burung-Burung Utara
Puisi Conie Sema
kisah pun meniti pintasan benua. laut pun
puisi-puisi itu kaunamai Balcon para migran
yang datang ketika kampung pergi
katamu kain itu bergambar wajah leluhurku
bukan Balcon putih pucat di pesisir Sumatera
seperti kecemasan Porto berubah kuning Asia
mitos-mitos menuliskan hikayat samudera
laut pun tubuh renta kau panggil puyang
meniti percakapan panjang Sriwijaya
tenggelam di gugusan kebun dan pabrik industri
kadang putih seperti lantai Balcon bergambar utara
bukit hutan sungai muara, lebak Melayu tua usai
ruwat berkepala sapi dan pasar-pasar tumbuh
aku mencari dan ingin seseorang. mungkin
perempuan yang setiap pagi kehilangan ibunya
atau puisi mempersepsikan kecemasan di rongga
kepala. kemarahan atas kekalahan, diam-diam
menggelar tontonan melukai sendiri hatinya
Balcon, pelangi tua itu. di Batanghari, aku di sini
di ruang ditumbuhi tubuh geosite. pasar-pasar sesak
kelebat burung-burung utara. aku lama mati di sini.
Jambi, Des. 2018